Belajar Basa jawa yuk

Laboratorium Bahasa, harusnya meng-cover juga bahasa daerah kita yang hampir almarhum.
Kenapa? banyak orang tua yang mencetak lidah anak-anaknya sejak balita dengan komunikasi bahasa indonesia, bahkan bahasa asing. Rasanya bangga dipanggil papa-mama, daripada pak`e-mak`e atau bapak-ibu… .
Tanpa kita sadari pula, kosa kata bahasa jawa, khususnya kromo dan kromo inggil, sudah hampir punah dalam per-lidah-an anak didik kita. Yang tersisa tinggal bahasa ngoko, sehingga jangan kaget ketika seorang anak memanggil orang tuanya dengan “kowe”.

Tentu orang tua mengajari anaknya dengan bahasa nasional dan bahasa negara lain, ada motivasinya. Mungkin biar gak gemes lihat generasi tua, sudah belajar bahasa inggris 3 tahun di SMP, 3 tahun di SMA, 1 tahun di Universitas, bahkan sudah plus kursus berkali-kali, tapi kok ya hasilnya tetap lemot……. . (minimal terbukti pada aku-nya hehehe)
Sebagai pemikir, banyak yang mencari “kenapa bisa begitu”. maybe…. kurang latihan, kurang berani, dll. apapun, hasilnya tetap belum memuaskan… .
Bahkan yang sudah mengenyam sekolah di luar negeri pun, kadang setelah sekian tahun tidak dipake, kembali ke “kemampuan dasar”……

Kenapa masih perlu bahasa jawa?
Kita tidak sadar bahwa bahasa jawa adalah koleksi kekayaan bangsa yang bernilai sangat tinggi. Betapa dalam bahasa jawa ini mengenal banyak strata, dari ngoko, kromo, kromo inggil, sampai bahasa kawi (kayaknya mirip yang dipake dalam pedalangan/pewayang an).
Mungkin kita baru terasa ‘belepotan’ ketika harus bertamu di desa-desa yang masih memakai bahasa jawa sebagai bahasa komunikasi resmi. Atau… saat kita harus mendalang (baca: menyuluh) dua jam di hadapan mereka. Atau… kita harus menyambut dengan bahasa jawa di sebuah pertemuan… .

Apakah kalau memakai bahasa jawa dalam pertemuan ilmiah, dianggap tidak ilmiah?

Kata seorang Antropolog, tingginya peradaban suatu kaum dapat dilihat dari kosa kata yang makin bervariasi untuk menunjuk pada aktifitas yang hampir sama. Misalnya kata “jatuh”, dalam bahasa jawa sebutannya bervariasi seperti : tibo, kejlungup, dawah, kekabruk, kepleset,… .
Kata “kamu/kau” anonim dengan : kowe, sampeyan, panjenengan, siro… dlsb-nya

Lha kita ini sudah termasuk mempunyai peradaban yang tinggi, kok malah memilih menuju ke peradaban yang rendah?

Mungkin himbauan ini terkesan ‘jadul’ banget, tapi paling tidak ini bisa jadi pengingat, jangan sampai kita merasa tidak punya bahasa jawa dan tidak mau memeliharanya, tapi manakala hilang dari peredaran, dengan mudah kita akan saling menyalahkan. Atau heboh lagi kalau budaya jawa ini satu-persatu di klaim oleh negara lain sebagai miliknya.

Urip iku isine mung sawang sinawang,
Ojo isane mung nyawang,
Kudune katon pantes yen disawang,
Saking lahir lumantos batin,
Saking pasuryan ngantos lelampahanipun. ….

Ditulis Oleh : Unknown // 1:47:00 AM
Kategori:

0 komentar:

 
Matursuwun Kagem. Powered by Blogger.